Senin, 04 Januari 2010

Regulasi Telekomunikasi dan Konsekuensi Bagi Industri Selular

Kemajuan teknologi dalam bidang telekomunikasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kehidupan manusia.

Kemajuan itu sudah menyentuh hingga pelosok negeri yang terkena sentuhan jaringannya. Masyarakat lapisan atas hingga pada tataran akar rumput juga tersentuh. Mulai dari pengungkapan tindak pidana, sarana akses informasi, hiburan alternatif, sarana interaksi sosial hingga untuk mempertahankan keutuhan bangsa kini telah dijamah oleh telekomunikasi-teknologi telekomunikasi mengambil peran penting.


Teknologi telekomunikasi yang mengalami kemajuan pesat pada saat ini adalah telekomunikasi seluler. Industri telekomunikasi seluler juga memegang peranan yang sama seperti yang disebutkan di atas. Konsekuensi logis dari hal itu adalah tumbuh dan menjamurnya penyelenggara jasa telekomunikasi (operator) seluler. Secara ideal tentu pertumbuhan ini menguntungkan masyarakat.

Pertumbuhan ini akan menimbulkan persaingan antar operator yang mengarah pada maksimalisasi pelayanan terhadap masyarakat. Kapan saja dan dimana saja seseorang dapat berkomunikasi dengan mudah. Akses informasi juga sangat cepat. Pertumbuhan dan perkembangan industri seluler merupakan titik cerah pada akselerasi kehidupan modern masyarakat.

Ironisnya di tengah pertumbuhan dan perkembangan industri seluler yang pesat penetapan tarif penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi dinilai masih terlalu tinggi. Menurut Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Indonesia termasuk dalam kategori termahal dibandingkan negara-negara lain di Asia.

Seperti dikutip Tribun online, Kamilov Sagala, anggota komite BRTI mengungkap, tarif seluler yang ditetapkan oleh masing-masing operator seluler dari tahun 1999 hingga saat ini belum banyak perubahan berarti.  Bahkan tarif di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan tarif yang berlaku di negara-negara lain di Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, di Filipina, tarif percakapan seluler saat ini per menitnya adalah 0,08 dolar AS. Sedangkan di Vietnam tarif yang berlaku adalah 0,104 dolar AS. sementara di negara tercinta, tarifnya mencapai 0,62 dolar.

Bukankah idealnya lebih banyak operator berarti persaingan lebih ketat sehingga kemudahan pelayanan-tarif murah merupakan salah satu bagian penting di dalamnya-merupakan hal mutlak yang harus dilakukan untuk memenangkan persaingan. Pada tulisan ini penulis mencoba melihat permasalahan tersebut dari perspektif hukum karena melalui perspektif ini dapat dilihat secara lebih gamblang dan kritis letak permasalahan tingginya tarif telekomunikasi seluler.

Analisis Regulasi

Perkembangan industri seluler yang pesat perlu mendapat perhatian pemerintah. Sebagai negara hukum (recht staat) perhatian itu tentu di ejawantahkan dalam bentuk regulasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan ketertiban dan keadilan dalam industri seluler sehingga dapat memberikan manfaat lebih pada kehidupan masyarakat (konsumen). Ketertiban yang dimaksud di sini adalah ketertiban dalam industri seluler yang tidak terlepas dari persaingan antar provider, misalnya dalam tata cara penyelenggaraan hak telekomunikasi, penentuan jaringan telekomunikasi (spektrum frekuensi), hingga pada standart pelayanan telekomunikasi kepada masyarakat. Persaingan tersebut harus diatur sedemikian rupa agar berdampak positif terhadap masyarakat sebagai konsumen. Keadilan yang dimaksud adalah terciptanya keseimbangan antar kepentingan pemerintah sebagai penyelenggara negara, kepentingan industri seluler sebagai sebuah usaha dan kepentingan masyarakat sebagai konsumen, misalnya dalam hal penentuan tarif.

Indonesia telah memiliki regulasi dibidang telekomunikasi yang diatur pada Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Peraturan palaksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 12 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penetapan Tarif Perubahan Jasa Teleponi Dasar Jaringan Bergerak Selular.

Terkait regulasi ini yang perlu mendapat perhatian dan menurut penulis memiliki korelasi linear terhadap tingginya biaya telekomunikasi di Indonesia adalah mengenai sistem tarif. Pada UU No. 36/1999 bagian ke 7 (tujuh) diatur mengenai biaya yang harus dikeluarkan oleh industri seluler. Secara umum ada 2 jenis biaya yang harus dikeluarkan oleh industri seluler-diluar sarana dan prasarana teknis-yakni biaya penyelenggaran jaringan dan biaya penyelenggaraan jasa telekomunikasi.

Pasal 26 UU No.36/1999 disebutkan bahwa "Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari presentase pendapatan". Mengenai susunan dan besaran tarif penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi yang dimaksud dalam UU 36/1999 ditetapkan berdasarkan formula yang diatur dalam PP No.52/2000 dan PERMEN KOMINFO No. 12/2006 sebagai peraturan pelaksana UU tersebut.

Pada PP No. 52/2000 diatur bahwa tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang harus dibayar oleh industri seluler terdiri atas tarif sewa jaringan dan biaya interkoneksi (pasal 35 ayat 1). Adapun struktur tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang harus ditanggulangi oleh dunia industri terdiri atas biaya akses, biaya pemakaian, biaya kontribusi pelayanan universal (pasal 36 ayat 1) . Sedangkan tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi industri seluler yang ditetapkan pemerintah terdiri atas tarif air-time, tarif jelajah, tarif jasa multimedia (pasal 35 ayat 3). Strukturnya adalah biaya aktivasi, biaya berlangganan bulanan, biaya penggunaan, biaya fasilitas tambahan (pasal 36 ayat 2).

Lebih teknis lagi dalam PERMEN KOMINFO No. 12/2006 di atur mengenai biaya yang dibebankan kepada pengguna untuk setiap penggunaan layanan jasa teleponi dasar melalui jaringan bergerak selular antara lain biaya penggunaan selular, biaya penggunaan selular tetap lokal, biaya penggunaan selular tetap jarak jauh, biaya penggunaan selular tetap internasional (pasal 3). Formula perhitungan tarif perubahan dilakukan dengan menggunakan batas bawah (floor price). Rumusan formula perhitungan tarif perubahan, antara lain;

Biaya penggunaan selular : Batas bawah = Biaya Originasi + Biaya Terminasi.

Biaya penggunaan selular tetap lokal: Batas bawah = Biaya Originasi + Biaya Terminasi Jaringan Tetap lokal.

Biaya penggunaan selular tetap jarak jauh : Batas bawah = Biaya Originasi + Biaya Terminasi Jaringan Tetap Jarak Jauh d. Penggunaan selular internasional : Batas bawah = Biaya Originasi + Biaya Terminasi Jaringan Tetap Internasional

Hal yang perlu digarisbawahi dalam rumusan ini adalah setiap penyelenggaraan jasa teleponi dasar melalui jaringan bergerak selular wajib menyampaikan rencana tarif perubahan kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) hari kerja sebelum dipublikasikan (pasal 6 PERMEN KOMINFO No.12/2006).

Ini mengartikan bahwa penentuan tarif oleh industri seluler selama ini berdasarkan persetujuan pemerintah melalui BRTI-badan yang berada di naungan Direktorat Jenderal Postel dan Komite Regulasi Telekomunikasi.

Konsekuensi Regulasi Telekomunikasi

Pemaparan di atas memberi penjelasan kepada kita bahwa banyak item biaya yang harus dikeluarkan industri seluler dalam melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi di Indonesia. Konsekuensi logis dari regulasi tersebut adalah tarif yang dikenakan oleh industri seluler kepada masyarakat juga akan tinggi.

Ini sebuah kausalitas, dimana industri seluler melakukan hal ini- meninggikan harga penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi-dengan tujuan agar dapat survive atau tidak gulung tikar. Konsekuensi lain yang diperoleh industri seluler atas regulasi telekomunikasi seperti ini adalah industri seluler selalu menjadi sorotan tajam masyarakat dan pengamat akibat tingginya tarif telekomunikasi. Padahal dari perspektif yuridis hal itu-sistem tarif-wajar karena sudah mendapat berkat dari BRTI dengan kata lain di-amin-i oleh undang-undang.

Justru industri seluler akan kena sanksi apabila tidak melaksanakan regulasi yang dibuat oleh regulator negara kita. Dilema memang.

Implikasi terhadap Masyarakat

Masyarakat (konsumen) adalah subyek yang akan merasakan baik secara langsung maupun tidak langsung akibat dari regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Begitu juga halnya dengan regulasi telekomunikasi ini. Akibat langsung dari regulasi itu adalah masyarakat tentu harus membayar lebih terhadap penyelenggaraan jasa yang mereka gunakan dalam bidang seluler dari operator. Sedangkan akibat tidak langsung adalah beban pembayaran jasa telekomunikasi yang dikeluarkan oleh pemerintah-tunjangan komunikasi legislatif, eksekutif, yudikatif dan badan-badan negara lain-yang juga meningkat tentu dibebankan kepada masyarakat melalui pajak.

Salah satu fungsi hukum adalah untuk merekayasa masyarakat. Rekayasa tersebut dilakukan melalui regulasi-regulasi yang dikeluarkan. Regulasi juga merupakan pembentuk sebuah sistem. Seperti halnya regulasi telekomunikasi kita, hal ini menciptakan sistem tarif seperti kita rasakan saat ini-tinggi. Pada permasalahan ini sistem tarif telekomunikasi perlu mendapat perhatian dan pembenahan. Pembenahan itu harus dimulai atau dilakukan dengan pembenahan regulasi bidang telekomunikasi sebagai dasar hukum.

Akhir kata, dibutuhkan political will yang baik dari para regulator dalam membuat regulasi telekomunikasi yang memberi keseimbangan antara kepentingan industri seluler, kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintah, agar terbentuk sistem yang baik di tengah masyarakat sebagai cerminan kepedulian pemerintah serta konkritisasi cita-cita demokrasi, good govermance. Semoga.!***

Sumber Klick Disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GRATIS SMS KE SEMUA OPERATOR

Layanan SMS gratis tak terbatas (Unlimited Free SMS). Dapat digunakan kemana saja. Ke semua operator di Indonesia. Dan ini semua untuk anda...